13 Februari 2011

Soal Diktator & Ekonomi ???...

Media-media Barat mulai menyebarkan berita bahwa tensi di Mesir sudah menurun.
New York Times, media terdepan penyambung lidah kaum Zionis, menurunkan
headline, “Protests Lingers as Normal Life in Cairo Begins to Resume” (Protes
tetap berjalan seiring dengan mulai kembalinya kehidupan normal di Kairo).
Perhatikan bahwa New York Times menggunakan kata ‘linger’ yang juga punya makna
‘hidup segan mati tak mau’ dan memberitakan, “Kerumunan yang menuntut turunnya
Mubarak semakin mengecil.”
NYT bahkan mengutip pernyataan Omar Suleiman (yang didukung AS untuk memimpin
proses transisi) yang sejatinya merendahkan bangsa Mesir sendiri, “[Mesir belum
siap berdemokrasi dan tidak akan siap sampai] rakyat di sini memiliki budaya
berdemokrasi.”
Headline NYT itu didampingi dengan artikel opini dengan judul provokatif, How
Democracy Became Halal (Ketika Demokrasi Menjadi Halal). Isinya, seperti
tergambar dari judulnya, menyatakan bahwa sumbangan terbesar peradaban Barat
terhadap Islam adalah demokrasi.
Sambil bersuara miring terhadap proses demokrasi di Iran, penulis artikel itu
memosisikan AS sebagai pihak yang berjasa meningkatkan kesadaran demokrasi di
tengah bangsa-bangsa Timur Tengah. Islam digambarkan sebagai agama diktator yang
harus belajar berdemokrasi.
Penghinaan. Inilah kata kunci dari gelombang kebangkitan rakyat Timur Tengah,
menurut Ayatullah Khamenei, pemimpin tertinggi Iran.
Media Barat selama ini berusaha menampilkan analisis-analisis yang membebankan
kesalahan kepada kediktatoran Mubarak.
Sebagian analis yang agak ‘merdeka’ bisa menemukan bahwa justru Barat-lah sumber
kesengsaraan Mesir dan Mubarak hanya boneka [baca Mesir : Siapa yang
Sesungguhnya Bermain ?].
Tetapi, dari Iran, muncul analisis yang lebih mendasar. Betul, ekonomi menjadi
salah satu pemicu kemarahan rakyat. Tapi pemicu utamanya adalah keterhinaan yang
ditimpakan oleh imperialis Barat melalui boneka-bonekanya yang sudah tak bisa
lagi ditanggung oleh manusia yang secara fitrah memiliki harga diri dan
kehormatan.
Saya tak hendak menganalisis ulang apa isi analisis Ayatullah Khamenei. Saya
pikir, sebaiknya kita membaca sendiri apa yang beliau ungkapkan tentang Tunisia
dan Mesir (selama ini yang beredar di media Indonesia adalah kutipan-kutipan
berantai yang sangat mungkin jauh berbeda dengan apa yang sebenarnya beliau
sampaikan).
Berikut ini terjemahan lengkap analisis Ayatullah Khamenei tentang Tunisia dan
Mesir.
*
Apa yang terjadi di Tunisia dan Mesir adalah sebuah ‘gempa besar’. Seandainya
rakyat Mesir, dengan bantuan Tuhan, mampu berhasil maka akan terjadi sebuah
situasi dimana AS mengalami kekalahan yang sangat besar dalam politik Timur
Tengahnya.
Penguasa Mesir tentu saja sangat khawatir menghadapi situasi ini, tetapi yang
paling ketakutan sebenarnya adalah para pejabat Israel.
Para pejabat Israel tahu persis bahwa seandainya Mesir menarik diri dari
persekutuannya dengan Israel dan Mesir menempatkan dirinya dalam posisi yang
seharusnya, akan terjadi tragedi politik yang sangat besar bagi Zionis.
Inilah yang sebenarnya dulu pernah diprediksikan oleh Imam Khomeini dan yakinlah
bahwa prediksi itu akhirnya akan terwujud.
Dari sisi inilah maka yang terjadi di Mesir adalah peristiwa yang sangat
penting. Analisis-analisis yang muncul di kalangan internasional berusaha keras
agar faktor utama dari peristiwa yang terjadi di Mesir ini diabaikan.
Mereka menyebut faktor-faktor ekonomi ataupun non ekonomi, tetapi itu bukanlah
faktor utama. Faktor utama dari apa yang terjadi di Tunisia dan Mesir adalah
perasaan keterhinaan. Segala kebijakan yang diambil oleh pemerintah kedua negara
itu menyebabkan munculnya perasaan terhina itu. Para penguasa Mesir telah
membuat rakyatnya merasa terhina.
Sebelumnya, saya akan menyampaikan dulu apa yang terjadi di Tunisia. Presiden
Tunisia yang sudah lari itu memiliki ikatan yang sangat kuat dengan AS. Bahkan
kami memiliki beberapa laporan yang menyebutkan bahwa Ben Ali adalah bagian dari
CIA.
Perhatikanlah betapa ini adalah suatu hal yang sangat berat bagi sebuah bangsa
: ketika pemimpin bangsa itu, presidennya, yang secara lahiriah menunjukkan
diri sebagai seorang yang sangat sombong kepada rakyatnya sendiri, tapi pada
saat yang sama adalah seorang budak resmi dari sebuah lembaga negara lain, yaitu
AS.
Ben Ali bertahun-tahun berkuasa atas rakyat Tunisia, menerapkan berbagai
kebijakan yang bertentangan dengan kepentingan nasional, juga bertentangan
dengan nilai-nilai agama di negara itu.
Tunisia adalah sebuah negara muslim dan memiliki sejarah panjang peradaban
Islam, serta mewarisi kebudayaan agung Islam, tapi rakyatnya justru tidak bisa
pergi ke masjid dengan bebas pada era Ben Ali. Agar bisa pergi ke mesjid, mereka
harus memiliki kartu khusus yang hanya dirilis oleh pemerintah. Kartu itu pun
tidak diberikan kepada semua rakyat.
Ini artinya pembatasan yang sangat ketat bagi rakyat untuk pergi ke mesjid.
Jangankan melaksanakan sholat berjamaah, untuk sekedar sholat sendirian pun di
masjid dilakukan pembatasan. Pembatasan ini dilakukan secara terang-terangan.
Jilbab secara resmi dinyatakan terlarang.
Dari sisi ini, sangatlah jelas terlihat bahwa kebangkitan rakyat Tunisia
didasari pada semangat kebangkitan Islam. Hal ini juga terlihat dari fenomena
ketika para mahasiswi Tunisia langsung mengenakan jilbab ketika pergi ke kampus
segera setelah Ben Ali yang pengkhianat itu lari ke luar negeri dan kacaunya
kendali pemerintah.
Hal ini menunjukkan motivasi keislaman yang sangat kuat. Hal-hal semacam
inilah yang berusaha keras disembunyikan oleh para analis Barat.
Motivasi yang lainnya terkait dengan kebangkitan rakyat Tunisia adalah keinginan
untuk berlepas diri dari AS dan motivasi ini sungguh sangat penting.
AS tidak ingin muncul suara-suara yang menyatakan bahwa alasan kebangkitan
rakyat Tunisia -dan berikutnya menjalar ke Mesir- terkait dengan permasalahan
ketergantungan kepada AS. Ini adalah hakikat yang sebenarnya.
Di Tunisia saat ini sudah terjadi perubahan tetapi masih di lapisan permukaan.
Ben Ali sudah pergi, akan tetapi kaki tangannya masih bisa bercokol di
pemerintahan.
Mudah-mudahan Allah memberi pertolongan kepada rakyat Tunisia agar mereka
memahami situasi yang sebenarnya dan jangan sampai musuh melakukan penipuan
kepada rakyat Tunisia.
Adapun di Mesir, Mesir adalah sebuah negara yang sangat penting. Mesir adalah
negara muslim pertama yang berkenalan dengan budaya Barat. Mesir pulalah yang
menjadi negara pertama yang memahami budaya Barat dan memahami berbagai macam
cela-nya untuk kemudian mereka melakukan kritik terhadap keburukan-keburukan
itu.
Jamaluddin Al Afghani, seorang ulama Islami pemberani dan pejuang besar,
menemukan bahwa tempat yang tepat untuk melawan Barat dan Eropa adalah di Mesir.
Kemudian muridnya, Syekh Muhammad Abduh dan para pejuang Islam lainnya mengikuti
jejak Al Afghani. Mesir pulalah kawasan yang melahirkan tokoh-tokoh besar
politik dan budaya Islam. Mereka semua adalah pejuang kebebasan.
Karena itulah maka sangat layak jika Mesir dulu sempat menjadi pemimpin dunia
Arab secara pemikiran maupun politik. Dalam jangka waktu yang cukup lama,
negara-negara Arab sangat mengakui kepemimpinan Mesir.
Mesir bersama Suriah adalah negara Arab yang pertama kali berani tampil memasuki
medan pertempuran untuk membebaskan rakyat Palestina.
Dengan gagah berani Mesir mengirimkan tentara dan rakyatnya, didukung segala
fasilitas negara, demi peperangan itu. Walaupun pada akhirnya peperangan itu
(tahun 1967 dan 1973) gagal dimenangkan, [namun] inilah fakta sejarah Mesir.
Mesir kemudian menjadi tempat bernaungnya pejuang Palestina. Bahkan kaum
revolusioner dari negara-negara lainpun ketika membutuhkan perlindungan, mereka
akan datang ke Mesir.
Bisa dibayangkan, negara yang memiliki sejarah yang membanggakan seperti ini,
selama 30 tahun terakhir justru jatuh di bawah kekuasaan seseorang yang malah
menjadi musuh dari kebebasan itu sendiri.
Dia bukannya memusuhi Zionisme tetapi malah merupakan bagian dan penjamin
agenda-agenda Zionisme. Dia malah menjadi budak dari Zionisme.
Sebuah negara yang dulunya menjadi pengibar panji perjuangan melawan Zionisme
dan menjadi inspirator bagi gerakan perjuangan di seluruh dunia Arab selama 30
tahun terakhir ini, selama 30 tahun terakhir malah menjadi tumpuan harapan dan
tameng bagi Israel dalam menjalankan berbagai politik penindasan terhadap
Palestina.
Dalam peristiwa Gaza misalnya, seandainya Mubarak tidak membantu Israel, tidak
mungkin Israel bisa mengepung Gaza. Orang-orang Palestina di kota Gaza hingga
saat ini telah empat tahun berada dalam pengepungan.
Dalam peperangan 21 hari [Des 2009-Jan 2010], laki-laki, perempuan, anak-anak
Palestina di Gaza dibunuh Israel, rumah-rumah mereka dihancurkan, dan
pemerintahan Mubarak-lah yang melarang sampainya bantuan kepada warga Gaza.
Larangan pemberian bantuan ini bukan hanya diberlakukan kepada rakyat Mesir,
melainkan juga diterapkan kepada negara-negara lain yang ingin memberikan
bantuan melalui kawasan Mesir.
Husni Mubarak-lah yang menetapkan pelarangan itu. Situasi seperti inilah yang
terjadi di Mesir.
Sangat layak jika rakyat Mesir kemudian marah. Rakyat Mesir marah melihat
dukungan total pemerintah mereka kepada Israel, ketaatan luar biasa Mubarak
kepada AS.
Mereka merasakan keterhinaan dan kerendahan. Inilah yang sebenarnya menjadi
faktor utama yang sekarang terjadi di Mesir.
Mereka adalah para pejuang Islam, gerakannya pun dimulai dari sholat Jumat dan
dari masjid-masjid. Yel-yel yang mereka kumandangkan adalah Allahu Akbar. Rakyat
menggelorakan slogan-slogan keagamaan. Dan para aktivis yang menggerakkan demo
di Mesir adalah para aktivis Islam.
Rakyat Mesir menghendaki terhapusnya kehinaan ini dari diri mereka. Inilah
sebenarnya faktor utama.
Tapi tentu saja negara-negara Barat tidak membiarkan analisis semacam ini muncul
dan menyebar di kalangan masyarakat internasional.
Hampir semuanya menunjuk kepada permasalahan ekonomi. Tentu saja, hal ini pun
menjadi sebuah realitas.
Penghambaan seseorang seperti Mubarak kepada AS terbukti tidak mampu membawa
Mesir selangkah pun ke arah kemajuan. 40% dari penduduk Mesir yang berjumlah
sekitar 70 juta hidup di bawah garis kemiskinan.
Laporan-laporan menyebutkan bahwa ratusan ribu orang (sebenarnya saya mendengar
jumlahnya 2-3 juta, tapi yang bisa dipastikan adalah ratusan ribu) di kota Kairo
sedemikian miskinnya sehingga terpaksa hidup di kompleks-kompleks pemakaman.
Banyak lagi di antara mereka yang menjadi gelandangan. Rakyat memang berhadapan
dengan situasi kehidupan yang luar biasa sulit.
Penghambaan pemimpin Mesir kepada AS ternyata tidak berbuah dukungan ekonomi
dari pemerintah AS kepada bangsa Mesir.
Hari ini pun AS tidak akan membantu Mesir. Yakinlah bawah seandainya Husni
Mubarak melarikan diri dari Mesir, negara pertama yang menutup pintunya untuk
Mubarak adalah AS. Inilah yang juga dilakukan AS kepada Ben Ali dan Muhammad
Reza [Pahlevi].
Inilah nasib yang dialami oleh orang yang hatinya tertambat kepada AS dan
menunjukkan pertemanan kepada AS.
AS itu seperti setan. Dalam doa Sahifah Sajadiah, dikatakan bahwa “ketika sudah
menipu manusia, maka setan akan memalingkan mukanya”, dan -menurut penafsiran
saya- pada saat itu sesunggunnya setan sedang menertawakan dan tidak pernah
mempedulikan lagi orang yang ditipunya.
Dengan perantaraan orang-orang yang lemah dan hina seperti inilah AS mencoba
berusaha mengamankan kepentingan dirinya sendiri.
Tapi hari ini AS betul-betul dalam kondisi terpojok dan yang lebih merasakan
situasi sulit saat ini adalah Israel.
Mereka sedang berusaha keras untuk mencari jalan keluar bagi peristiwa yang
terjadi di Mesir, jalan keluar yang tidak mungkin mereka dapatkan.
Mereka berusaha membuat berbagai macam penipuan, seperti berpura-pura
menunjukkan dukungan terhadap gerakan rakyat. [Misalnya] sekarang dikabarkan
bahwa AS sudah meminta Mubarak untuk mengundurkan diri dan pergi.
Keberhasilan politik AS ini tentu saja bergantung kepada rakyat Mesir sendiri.
(Ayatullah Khamenei kemudian melanjutkan khutbahnya dengan bahasa Arab, yang
ditujukan kepada muslim berbahasa Arab. Isi khutbah bahasa Arab adalah ringkasan
dari khutbah berbahasa Persia, namun ada tambahan kalimat yang khusus ditujukan
kepada bangsa Mesir) :
Saudara-saudara ini adalah pengalaman kita bersama. Saya sebagai saudara muslim
Anda menyampaikan semua ini kepada Anda dengan didasarkan kepada suatu komitmen
agama.
Perhatikanlah bahwa terompet propaganda musuh akan kembali bersuara. Mereka akan
mengatakan bahwa Iran akan melakukan intervensi, ingin mensyiahkan Mesir, ini
mengekspor ‘wilayatul faqih’ ke Mesir, dan berbagai macam tuduhan lainnya.
Ini adalah kebohongan yang sudah berlangsung 30 tahun yang tujuannya adalah agar
kaum muslimin berpecah-belah dan tidak bisa saling memberikan pertolongan satu
sama lain.
Slogan-slogan itu diulang-ulang pula oleh para pengikut Barat. [mengutip ayat
Quran 6:112] “Sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain
perkataan-perkataan yang menipu, tetapi jika Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka
tidak akan mampu mewujudkannya. Maka tinggalkanlah mereka dengan segala
kebohongan mereka.”
Meskipun berbagai konspirasi dirancang sedemikian hebatnya oleh musuh, kami
tidak akan pernah melepaskan kewajiban yang diletakkan oleh agama Islam di atas
pundak kami.
*
Mesir dan Tunisia : Analisis dari Iran
http://politik.kompasiana.com/2011/02/11/mesir-dan-tunisia-analisis-dari-iran/
***
Presiden Hosni Mubarak ‘sangat mungkin’ segera akan mengalihkan kekuasaan kepada
Wakil Presiden Omar Suleiman, demikian kata Hossan Badrawi, sekretaris jenderal
Partai Demokratik Nasional (NDP), partai yang memerintah Mesir saat ini.
Kemungkinan Mubarak akan mundur Kamis malam ini pun juga diperkuat oleh kabar
yang berasal dari Leon Panetta, Direktur CIA (Central Intelligence Agency).
WikiLeaks baru-baru ini juga telah membocorkan suatu kawat diplomatik yang
menyebut pemerintah Amerika Serikat (AS) sejak awal memang telah menyiapkan
Kepala Badan Intelijen Mesir, Omar Suleiman, sebagai kandidat teratas untuk
mengambil alih negara (Presiden Mesir) jika sesuatu terjadi kepada Presiden
Hosni Mubarak.
Quo vadis Mesir ?. Quo vadis Ikhwanul Muslimin ?.
Mesir, lalu apa gunanya revolusi-mu, apa makna dari hilangnya nyawa para martir
–mu, apa arti slogan idealisme dari Ikhwanul Muslimin-mu ?, jika sebelum
revolusi negara-mu telah terbelenggu oleh Amerika Serikat setelah revolusi pun
negara-mu tetap akan tercengkeram oleh Amerika Serikat ?.
Mesir, ternyata nasib revolusi-mu tak akan jauh beda dengan nasib reformasi-ku
di Indonesia.
Sekali setia kepada U SAtetap akan setia sampai mati kepada USA... …“ I love the
United States , with all its faults. I consider it my second country“…
***
Kabel diplomatik terbaru terbitan WikiLeaks soal krisis Mesir dirilis. WikiLeaks
menyebut pemerintah Amerika Serikat (AS) sejak awal memang telah menyiapkan
Kepala Badan Intelijen Mesir Omar Suleiman sebagai Presiden Mesir mendatang.
Omar Suleiman disiapkan sebagai kandidat teratas untuk mengambil alih negara
jika sesuatu terjadi kepada Presiden Hosni Mubarak. Pada hari Sabtu (29/1) lalu
informasi ini terbukti benar ketika Mubarak menunjuk Suleiman untuk menjabat
wakil presiden.
Hal ini membuat Suleiman berada di baris pertama untuk menggantikan Mubarak.
Seperti dikutip dari halaman WikiLeaks, Sabtu (5/2/2011), seorang pejabat
intelijen yang dilatih di US Khusus Warfare School di Fort Bragg mengatakan
bahwa Suleiman menjadi kepala badan mata-mata pada tahun 1993 yang membawanya
dekat dengan CIA.
Baru-baru ini Suleiman mengambil peran sebagai kepala interlocuter Mesir dengan
Israel untuk membahas proses perdamaian antara Hamas dan Fatah.
Dalam beberapa tahun terakhir sebagian besar analis politik mengasumsikan bahwa
pewaris jabatan Presiden akan dipegang Gamal Mubarak, putra Mubarak sendiri.
Namun kedutaan AS di Kairo sampai pada kesimpulan yang berbeda lebih dari lima
tahun yang lalu.
Pada tanggal 15 Juni 2005, memo (05CAIRO4534) ditulis untuk Timotius Pounds,
direktur untuk Suriah, Libanon, Mesir, dan Afrika Utara di Dewan Keamanan
Nasional AS, mencatat : "(A) akan setuju bahwa calon yang paling mungkin
ditunjuk untuk pos (wakil presiden) adalah Jenderal Omar Soliman, Direktur
Intelijen Mesir Umum (Egis)". (Pejabat Departemen menggunakan ejaan yang berbeda
dari nama Suleiman).
Setahun kemudian, memo diplomatik lainnya (06CAIRO2933) ditulis pada tanggal 14
Mei 2006 menegaskan bahwa pemerintah AS bekerja dengan Sulaiman pada hal-hal
regional utama seperti mencari tahu bagaimana cara terbaik untuk menyingkirkan
Hamas di Palestina. "(O) kecerdasan kolaborasi dengan Omar Soliman, yang
diperkirakan di Washington minggu depan, mungkin sekarang elemen hubungan paling
sukses."
Memo diplomatik, yang ditulis oleh Francis J. Ricciardone, Jr (Duta Besar AS
untuk Mesir) untuk Robert Zoellick (Deputi Menteri Luar Negeri) yang sedang
berkunjung ke Kairo pada saat itu, mencatat bahwa "Omar Soliman juga memberitahu
kami dia akan senang melihat kamu (Zoellick), jika jadwal izin - ia akan bekerja
menjadi delegasi Israel dan PA di Sharm "
Lainnya, Suleiman dilaporkan telah mengatakan kepada duta besar AS, "Mesir
adalah mitra Amerika" mencatat bahwa "Mesir akan terus memberikan USG
(Pemerintah AS) pengetahuan dan keahlian pada isu-isu regional yang penting,
seperti Lebanon dan Irak. Konflik Israel-Palestina tetap menjadi isu inti"
*
WikiLeaks : AS Telah Siapkan Omar Suleiman Untuk Gantikan Mubarak
http://www.detiknews.com/read/2011/02/05/070831/1560586/10/wikileaks-as-telah-siapkan-omar-suleiman-untuk-gantikan-mubarak
***
Seorang anggota senior partai yang memerintah Mesir telah mengatakan kepada
BBC bahwa dia "berharap" Presiden Hosni Mubarak akan mengalihkan kekuasaan
kepada Wakil Presiden Omar Suleiman.
Hossan Badrawi, sekretaris jenderal Partai Demokratik Nasional (NDP),
mengatakan, Mubarak akan "sangat mungkin" segera mengumumkan hal tersebut.
Saat ini, gelombang protes yang menginginkan Mubarak turun terus berlangsung dan
telah memasuki hari ke-17. Mereka (rakyat Mesir) sudah tidak puas dengan
pemerintahan Mubarak, yang sudah berkuasa selama 30 tahun.
Sejumlah laporan menyebutkan, tentara Mesir diharapkan untuk segera membuat
pernyataan singkat untuk merespons tuntutan para demonstran.
Sebelumnya, Perdana Menteri Ahmed Shafiq mengatakan kepada BBC Arab bahwa
skenario Presiden Mubarak mundur sedang dibahas. Wartawan BBC Lyse Doucet, di
Kairo, mengatakan bahwa pembicaraan Presiden Mubarak akan lengser ini sudah
semakin berkembang.
*
Presiden Hosni Mubarak Segera Lengser
http://internasional.kompas.com/read/2011/02/10/22401359/Presiden.Hosni.Mubarak.Segera.Lengser
***
Kemungkinan Mubarak akan mundur malam ini diperkuat oleh kabar dari Central
Intelligence Agency (CIA). Direktur CIA Leon Panetta menyampaikan ada dugaan
kuat Mubarak akan mundur Kamis malam ini.
"Saya mendapat kabar serupa. Ada kemungkinan kuat Mubarak akan turun malam ini,"
ujar Panetta seperti ditulis AFP, Kamis (10/2/2011).
Di Kairo saat ini massa penentang Mubarak masih memadati Lapangan Tahrir. Aroma
pengunduran diri Mubarak menguat setelah para petinggi militer Mesir menggelar
pertemuan. Diduga kuat militer akan mendukung tuntutan para demonstran yang
meminta Mubarak turun.
Sebelumnya, situs berita NBC menulis Mubarak akan menyampaikan pidato malam ini.
Kemungkinan besar isinya adalah soal pengunduran dirinya dan penyerahan kekuasan
kepada Wakil Presiden Omar Suleiman. Demikian ditulis NBC, Kamis (10/2/2011).
*
CIA : Kemungkinan Kuat Mubarak Mundur Malam ini
http://www.detiknews.com/read/2011/02/10/233218/1568968/10/cia-kemungkinan-kuat-mubarak-mundur-malam-ini
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar